Sunday, May 31, 2020

Menggapai Impian ke Jepang

Bisakah Mahasiswa menggapai impian ke Jepang tanpa biaya sendiri?

I say Yes! Asal punya mimpi, kemauan, dan sedikit kenekatan :)

Temen-temen. Saya bingung mau mulai cerita dari mana.

Oke, saya cerita awal mula kenapa saya pengen ke Jepang. Saat itu, saya masih SMP atau baru masuk Madrasah Aliyah ya. Saat itu adalah masa-masa awal kakak saya melanjutkan Studi Master di Jepang. Sejak kuliah di Jepang, kakak saya sering menelepon saya, untuk sekedar tanya kabar, gimana sekolah sampai akhirnya merembet diskusi ke topik yang lebih serius yakni tentang budaya orang Jepang, karakter masyarakat di sana, pengelolaan sampah dsb. Semakin intensif kita berkomunikasi via telfon, semakin banyak informasi yang saya peroleh tentang Jepang. Informasi yang akhirnya menuntun imajinasi liar saya untuk bermimpi ke Jepang. Negeri ini begitu asing di telinga saya, terasa begitu jauh, mulanya, Tapi, melihat bagaimana kakak saya bisa studi di sana, Jepang terasa begitu dekat, impian pergi ke sana begitu nyata bagi saya yang waktu itu masih sekolah.

Sejak saat itu,saya bermimpi dan bertekad bahwa suatu saat saya harus bisa ke Jepang. Entah bagaimana caranya ya Allah. Saya niatkan mimpi saya ke sana untuk belajar. Belajar bukan berarti harus di kelas. Belajar melalui observasi lingkungan sekitar, memperhatikan perilaku orang-orang, dan sebenarnya niat utama saya adalah saya ingin sekali mengunjungi kakak saya. Saya membayangkan betapa senangnya kakak saya yg jauh di sana bisa dikunjungi anggota keluarganya.

Impian itu saya tanam di hati, saya sampaikan ke Tuhan juga saya rawat biar mimpinya ngga ilang.

Datanglah masa perkuliahan. Tentu saya masih ingat dg mimpi saya. Sampai akhirnya datanglah a hope, angin segar bagi mimpi saya, ketika di tahun pertama saya kuliah, saya melihat ada 3 kakak tingkat (kating) saya yang berangkat ke Jepang untuk workshop atau apa ya saya kurang mengerti pd saat itu. Ini artinya, kalau kating saya bisa, berarti ada jalan buat saya untuk ke sana, tapi bagaimana caranya?

Sejak saat itu, saya yg notabenenya masih maba sudah sibuk mencari informasi gimana ceritanya 3 kating saya bisa berangkat ke Jepang. Saya gali informasi ke temen-temen dan juga kating. Akhirnya dapet info kalau mereka ke Jepang atas rekomendasi dari salah satu dosen saya yang punya relasi dengan universitas di Jepang. Sejak saat itu, saya cari informasi tentang dosen tersebut, peminatannya, proyek-proyeknya, anak proyeknya, sampai bagaimana pola kerjanya. Tentu saya cari informasi ke temen-temen dan kating.

This! Kating adalah orang yang harus kalian kenal sejak kalian maba, krn mereka adalah sumber informasi penting yang bs membantu kita. 

Dan syukurlah saya tau, bahwa bidang yang digeluti dosen saya ini cocok dengan bidang yang saya sukai. Di tahun berikutnya, ada 3 kating yg kembali diberangkatkan ke Jepang oleh dosen yang sama. Dan beruntungnya, satu dari tiga orang tersebut saya kenal dekat, karena beliaunya adalah kepala divisi saya di mana saya berorganisasi. Karena kita dekat dan sering ngobrol, saya jadi banyak mendapat informasi tntg bagaimana cara dpt kesempatan pergi ke Jepang. Hamdalah. Semakin banyak info yg saya dapat, impian saya terasa semakin dekat.

Ternyata setiap tahun dosen saya selalu memberangkatkan mahasiswanya lebih tepatnya anak proyeknya ke Jepang dari angkatan yang berbeda. Di tahun saya masuk kuliah (2015) angkatan 2012 yg berangkat. Tahun 2016 gantian angkatan 2013 yg berangkat, jd Tahun 2018 yang akan berangkat adl anak proyek angkatan 2015. Ya, ini kesempatan saya. Setidaknya itu yang saya pikirkan setelah ngobrol dg kating.

Langkah pertama adalah bagaimana bergabung menjadi anak proyek dr dosen tersebut. Alhamdulillah, jalan terbuka ketika dosen saya membuka rekrutmen anak proyek dan syukur saya ketrima. Singkat cerita, pada Tahun 2017 dibuka seleksi Program Exchange ke Jepang. Nama Programnya adalah Japan Sakura Exchange. Program ini diperuntukkan bagi mahasiswa yang direkomendasikan dosen dari Universitas yang bekerja sama dengan University of Kitakyushu. Program ini dilaksanakan setiap Bulan Januari atau Februari, tapi seleksi sudah dimulai sejak 6 bulan sebelumnya. Jadi, saya mendaftar untuk mengikuti seleksi Program Sakura 2018. Pada saat itu open recruitment (oprec) tidak hanya diperuntukkan bagi anak proyek saja, tapi juga non proyek. Banyak persyaratan yang harus saya penuhi, mulai essay, motivation letter, Nilai tes bahasa inggris (ELPT) minimal 450, paspor, dan juga interview dg dosen menggunakan bahasa inggris tntg motivasi ke Jepang.

Btw teman, kalau kalian punya cita-cita ke luar negeri, yang harus kalian lakukan pertama kali adalah bikin paspor. Ini sangatt penting, jangan nunggu ada event baru bikin paspor. Ini kesalahan besar. Karena ketika ndak punya paspor, setiap ada kesempatan pertukaran pelajar atau apapun itu eventnya dan kalian menyadari bahwa kalian ngga punya paspor, saya hampir bisa pastikan nyali untuk ikut program langsung ciut dan endingnya batal ga jadi ikut. So, bikin paspor adalah hal pertama dan utama. Setelahnya, pastikan kalian punya skor tes bahasa inggris yang bagus krn ini biasanya syarat kedua setelah paspor. Oke, cukup untuk tipsnya, kita kembali ke cerita ya ehehehe..


Pengumpulan berkas seingat saya pada Bulan Agustus 2017. Lama saya menunggu tidak ada kabar sampai akhirnya saya dapat kabar dari kawan saya yg juga anak proyek dosen kalau doi yang kepilih. Saat itu Desember 2017. Saya tau dia merasa sangat tidak enak ke saya krn kita berharap kita berdua bisa berangkat bersama, tapi ternyata hanya satu yg bisa berangkat. Saya tidak kecewa dg teman saya, tetapi saya cukup kecewa dg dosen saya kenapa beliau tidak menyampaikan langsung pengumuman seleksi dan meminta kawan saya yang mengumumkan.

Apa yang saya rasakan saat itu?

Dibilang kecewa, sepertinya kurang pas ya karena sebenarnya saya terbiasa dengan kegagalan di hidup saya. Tapi sedih, iya lah, manusiawi to? Tapi, dari kegagalan-kegagalan itu, saya jd bisa belajar untuk bersyukur di kegagalan selanjutnya yang saya ngga pernah tau. Pun dengan yg saya lakukan pd saat itu. Saya bersyukur karena saya diberi “pelajaran” oleh Tuhan. So, life must go on J

Awal Februari 2018, saya kaget ada pesan wa masuk dari dosen saya. “Hamida, saya minta maaf karena kemarin saya belum sempat menyampaikan kalau yang ketrima sakura program si A (nama kawan saya), Apa kamu mau jika saya tawarkan program Research Exchange ke Taiwan untuk bulan maret ini?”
Saya sangat kaget juga seneng banget mendengar kabar ini. Tanpa pikir panjang saya iyakan tawaran tersebut. Karena pd saat itu seingat saya program ini dibiayai fakultas, jd mungkin saya ngga perlu mikirin biaya lagi. Juga, topikriset yang cocok dengan minat saya, yaitu limbah padat. Beberapa permintaan dosen terkait pencarian literature review tntg materi riset sudah saya lakukan. Saya pun juga telah riset bagaimana hidup di Taiwan, cara bergaul, bahasa komunikasi, cara menggunakan transportasi dsb.

Bulan yg saya tunggu-tunggu datang. Pertengahan Maret 2018  yang sebelumnya dijadwalkan keberangkatan saya ke Taiwan ternyata ada kabar bahwa saya belum bisa berangkat, karena pd saat itu sudah pertengahan semester, jadi tidak bisa memotong perkuliahan. Jadi keberangkatan ditunda semester depan. Hmm.. sabarr...

Bulan-bulan selanjutnya lewat begitu saja tanpa ada kabar tentang program ini. Saya terus menunggu dan sampailah pada bulan Agustus 2018 di mana rekrutmen Program Sakura 2019 dibuka. Saya sempat ragu untuk mendaftar kembali, karena saya takut gimana kalau waktunya nanti barengan sama program ke Taiwan? Tapi saya masih berharap bisa pergi Jepang. Dan sebetulnya saya juga menunggu datangnya seleksi program ini selama setengah tahun terakhir. Saya berpikir berulang kali. Ketidakpastian keberangkatan saya ke Taiwan meyakinkan saya untuk mendaftar kembali program sakura exchange. Mimpi saya ke Jepang kembali membara.

Kabar dibukanya program sakura exchange 2019 saya terima dari kawan saya yg dulunya berangkat ke jepang. Saat itu posisi saya sedang di rumah (krn libur semester), tidak membawa laptop, tidak memiliki paket internet. Kawan saya coba menelepon saya dan mengirim sms. Hamdalah trimakasih saya sampaikan ke kawan saya ini. Dalam sms tersebut saya diberitahu bahwa syarat-syarat harus dikumpulkan kurang dari 24 jam via email. Saya kaget dan gupuh. Riweh banget waktu itu, mulai cari pinjaman laptop, beli paket internet, bikin essay, lalalalaaa smpai akhirnya Alhamdulillah berkas bisa saya kumpulkan tepat waktu. Dosen saya sangat disiplin. Di program exchange tahun sebelumnya, ada kawan saya yg telat mengumpulkan berkas dan langsung didiskualifikasi. So, ontime itu penting ya temannnn… (Saya juga lagi bilangin diri sendiri J)

Keesokan malamnya, saya dapat kabar dr adek tingkat saya yg juga ikut seleksi, si B, kalau berkas kita perlu diperbaiki. Deadlinnya adalah jam 3 pagi wwkwkkkwk. Kita ngumpat di dlm hati kita masing2 :”
Dan kita tinggal menunggu hasil.

Sekitar Bulan September 2018, saya dapat kabar dr teman seangkatan kalau awal Nopember 10 anak akan diberangkatkan ke Taiwan yg ternyata ini adalah program yang  sama dg yg saya tunggu kepastiannya sejak februari lalu. Saya diajak bergabung untuk berangkat exchange ke Taiwan. You know what I feel?

Saya bingung pakai banget. Tawaran teman saya ngga langsung saya iyakan, karena tawaran ini datang dari dosen yang berbeda dg dosen yg pertama kali mengajak saya. Lah emang ngefek?
Iya ngefek banget. Karena tiap dosen bisa jadi punya peminatan yang berbeda. Dosen pertama yg mengajak saya peminatannya di limbah padat, jd riset yg ditawarkan pd saat itu terkait limbah padat, bidang yang saya suka. Sedangkan dosen kedua yg mengajak peminatannya lebih fokus ke limbah cair, jadi topik riset sudah bergeser. Di saat yang sama saya juga telah mendaftar Sakura Program, meski belum pasti lolos, tapi setidaknya ada kepastian bahwa saya punya peluang untuk lolos, kan?

Pertimbangan lain yang saya pikirkan adalah biaya program. Exchange ke Taiwan durasinya 3-4 bulan, sedangkan ke Jepang hanya 8-10 hari saja. Pada saat itu belum ada kejelasan yang saya terima bagaimana pembiayaan program exchange ke Taiwan, tntg akomodasi, biaya riset, living cost. Berbeda dengan sakura program yang merupakan fully funded program karena semua biayanya ditanggung Pemerintah Jepang.  Tentu ini pertimbangan yang sangat berat buat saya karena saya tidak punya biaya jika kemudian harus menanggungnya sendiri. Jadi kira-kira posisi saat itu begini, Kepastian berangkat ke Taiwan lebih jelas, tapi belum pasti biayanya, kepastian berangkat ke jepang belum jelas, tapi jalau ketrima jelas pembiayaannya J bingung ngga tuh hahhaaa

Waktu terus berjalan, pun dengan kebimbangan saya. Keberangkatan ke Taiwan sudah di depan mata, dan saya belum juga membuat keputusan. Pengumuman sakura juga tak ada kabar sama sekali. Saya berdiskusi dengan dosen saya, dengan sahabat, keluarga, dan akhirnya dengan berserah kepada Tuhan saya memutuskan untuk mengikhlaskan tawaran exchange ke Taiwan dan yakin menunggu pengumuman sakura program. Ada yg pernah bertanya ke saya, seyakin apa kamu pada saat itu sehingga memilih hal yang tidak psti dr pd yg pasti di dpn mata? Saya jawab, seyakin hati saya trhdp keputusan Tuhan yg jauh lebih baik dr rencana saya. Saya ikhlas lillahi ta’ala dg apapun yang akan Tuhan kasih ke saya, jika memang saya tidak terpilih sakura program, saat itu juga saya sudah merelakannya.

Hanya beberapa hari setelah itu, saya menerima kabar bahwa bukan saya yang ketrima Program Sakura, tapi adek tingkat saya, ya si B. 
Saya, kecewa dan menyesal? Tidak sama sekali, spt yg pernah saya sampaikan, bahwa saya sgt yakin dg kebaikan keputusan Tuhan. Tapi di hari yang sama, adek tingkat saya yang kepilih program sakura menelfon saya. “Mbak, jadinya mbak yang berangkat ke Jepang ya, aku jadinya berangkat ke Taiwan”. 

Entah apa yang terjadi pada hari itu. Entah apa yang Tuhan lakukan pada hari itu. Dan entah bagaimana hati seseorang bisa berubah secepat itu. Saya ngga ngerti dg peristiwa pada hari itu yang semuanya di luar nalar saya. Apa yang jelas saya pahami dan yakini adalah, semua bisa terjadi atas kehendak Tuhan. Apa yang terjadi di belakang saya, saya tidak tau, yang jelas pada hari itu Tuhan menjawab keyakinan saya atas keputusanNya. 

Hamdalah. Segala puji hanya bagiMu ya rabb. Saya bersyukur, saya dianugerahkan keyakinan yang amat sangat akan kuasaNya. Ini yang membuat saya tidak keberatan jika harus gagal. Kenapa keberatan? Lha wong kita juga ga akan pernah tau apa yang akan Tuhan kasih ke kita. Siapa tau kegagalanmu adalah jalan utama menuju kesuksesanmu. Namanya juga jalan utama, ya mesti ditempuh, kalau engga ya mana bisa kamu sampai di kesuksesanmu? Ya nggaa….
Semangat donggg,,

Alhamdulillah, pada tanggal 6 Januari 2019, untuk pertama kalinya saya menginjakkan kaki di Negeri Sakura, tepatnya di Narita Airport, tempat yang sering saya kunjungi saat bermain monopoli J


Meal Japan Airline (JAL)
ini meal yang dikasih dari maskapai Japan Air Line (JAL) 


5 Tahun menanti datangnya kesempatan, 2 tahun berjuang sembari menanti adanya keputusan lengkap dengan lika-liku yang menyisakan nilai-nilai kehidupan. Coba perhatikan berapa tahun saya harus bersabar sampai mmpi saya tercapai. Ini menandakan bahwa kita harus sabar terhadap proses yang kita lakukan. Tuhan tau kapan saat yang pas, yang terbaik. Andai saya menyerah di tengah jalan, tentu saya ngga akan sampai di garis finish. Jadi, kalau keinginanmu ngga kesampaian sampai sekarang, yaa bukan berarti ngga bisa, barangkali belum, barangkali sebentar lagi atau barangkali akan dikasih sesuatu lain yang lebih baik. Yang sabar yaaa… J

Mejiko Harbour Japan
Foto bersama di mejiko harbour 


Penantian panjang saya telah berbuah manis. Hamdalah. Penantianmu juga akan berbuah manis kalau kamu mau bermimpi, merawat mimpi itu agar terus hidup, mengontrol kapan mimpi itu harus membara, dan kamu buktikan ke Tuhan lewat perjuanganmu. Karena saya memperhatikan pola kerja Tuhan, ia akan memberi balasan terhadap segala proses yang telah kita lakukan, sekecil apapun proses itu J Percayalah! Sya bilang balasan ya, bisa jadi sesuai keinginan kita, bisa jadi endak, bisa jadi jauh lebih besar dari apa yang kita harapkan. Bener loh..
Ayooo semangatt kejar mimpiiiii…..!!!!!!!!!!
Mumpung masih hidup J



Trimakasih banyak untuk orang-orang yang sudah membantu dan menguatkan saya. Terimakasih juga teman-teman telah membaca kisah saya. Semoga ada nilai baik yang menetap di hatimu J

Sampai jumpa di CoretanHam berikutnya yaa…..

#CoretanHam
#Let'sInspire





2 comments: